KEPENGURUSAN OMK

/ March 30, 2019

OMK: Pengurus Baru, by Voting?

Pergantian kepengurusan OMK di tahun 2019 ini dirasa berbeda dibanding dengan tahun-tahun yang lalu. Pasalnya, di bulan Januari 2019 lalu kepengurusan dipilih melalui voting dari sebanyak 20 orang OMK yang berkumpul untuk membahas regenerasi dengan beberapa pertimbangan yang sudah diarahkan oleh Romo Ari, selaku Romo Paroki. Pada tahun 2017-2018 lalu, OMK telah berganti kepengurusan dimana jabatan Ketua OMK saat itu adalah (Arma) bersama dengan Wakil Ketuanya Carolina Agatha (Carol), untuk menggantikan Yulius Paskihendra Wijaya (Hendra), yang sebelumnya telah menjabat sebagai Ketua OMK selama empat (4) tahun. Kegiatan terus berlangsung saat setelah pergantian pengurus. Namun pada awal tahun 2018 semangat mereka mulai berkurang dalam keaktifannya menjalani organisasi tersebut karena perihal kepentingan pribadi masing-masing. Sehingga pada moment-moment itu teman-teman OMK tetap berjalan, tetap menangani beberapa kegiatan, seperti tablo dan makrab, untuk sementara waktu walau tanpa ketua dan wakil ketua.

Takut karena tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas, maka beberapa anggota OMK kemudian mulai membahas mengenai keberlangsungan organisasi yang sudah aktif ini. Hal ini kemudian mereka sampaikan ke Romo Ari untuk meminta pengarahan dan bantuan agar yang sudah terjadi tetap dapat berlanjut dengan baik dan terstruktur. Setelah melalui berbagai pertimbangan, maka dibentuklah kepengurusan lagi melalui voting di bulan Januari 2019 dengan jumlah peserta voting kurang lebih 20 orang kaum muda. Hasil dari voting tersebut terbentuklah susunan kepengurusan di awal tahun 2019, dengan ketua OMK yakni Damasus Yoga Aditya, beserta Wakil Ketuanya Alfonsus Christian. Berikut ini adalah Hierarki OMK tahun 2019.

Tidak mudah menjadi seorang pemimpin yang bertanggung jawab terhadap segala kegiatan OMK. Namun, ada sepercik harapan dalam hati nurani Damasus Yoga Aditya, pemuda yang kerap disapa Adit ini, saat ditanya misinya dalam pelayanan di organisasi OMK. “misiku adalah Membenahi OMK. OMK dihidupkan kembali dari yang jumlahnya sedikit menjadi banyak, memberdayakan kaum muda di Paroki Medari yang tidak aktif menjadi aktif, serta yang aktif tapi mulai menurun semangatnya menjadi semangat kembali untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan OMK”, begitu tuturnya dalam wawancara hari Jumat (22/02) lalu.

Lalu, apa yang membuatnya semangat melayani kaum muda di era milenial seperti sekarang ini?. Ada dukungan yang tidak secara langsung datang dari beberapa pihak, dan itulah yang Adit butuhkan selama ini. Semua kegiatan ini dia yakini akan berjalan dengan lancar dan sukses apabila semua teman-teman bersatu untuk mendukung dan saling membantu satu dengan yang lain dari awal hingga akhir. Untuk membuat kelompok kecil itu lebih mudah dibanding membuat kelompok yang besar dan meluas. Inilah tantangan yang harus dihadapi oleh kaum muda di jaman ini. Mereka harus dibimbing dan diarahkan oleh beberapa penasehat OMK yang mumpuni, sehingga menjadikan generasi penerus Gereja yang mantap dan percaya diri.

 

Kenapa sih teman-teman OMK tuh harus saling mengenal, saling berkumpul? Saya dan teman-teman OMK yang suka “menginap” di gereja, punya pesan buat teman-teman di luar sana bahwa kita ini nantinya menjadi bagian dari gereja yang dibutuhkan untuk membangun gereja kita sendiri. Ketika kita sudah tua, atau sudah berkeluarga, mau tidak mau kita akan menjadi tonggak gereja kita sendiri. Jadi, alangkah baiknya sedari kita muda, kita mau mengenal, mau mengakrabkan diri, dan mau berorganisasi serta berkolaborasi antar sesama kaum muda yang satu dengan yang lain. Segala sesuatu akan menjadi lebih mudah dan lancar untuk dikerjakan dan diselesaikan bersama jika dari awal kita sudah kenal dan sudah akrab”, begitu pesan terakhir yang disampaikan Adit, pemuda yang tengah berusia 21th ini. Melalui pesan tersebut, harapannya ada balasan yang sesuai dan setimpal dari rekan-rekan kaum muda. Harapan untuk mau berkumpul, mau mengenal, siap dan sedia dalam melayani Tuhan melalui aksi kegiatan kepemudaan baik di lingkup gereja, maupun di lingkungan.

Oleh : Rebecca Okke

Foto : D. Yoga Aditya

Share this Post