CERITA SEPUTAR PEKAN SUCI DI PAROKI MEDARI TAHUN 2020

/ April 13, 2020

Pekan Suci Tahun 2020 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Di Gereja manapun, paroki manapun, bahkan Keuskupan dan Tahta Suci, merayakan Pekan Suci tahun 2020 ini dengan suasana yang sangat berbeda. Kami umat Katolik merayakan Pekan Suci di rumah masing-masing, secara online, ataupun melalui media TV atau Radio, dan apabila tidak memiliki media-media tersebut, umat tetap berdoa di rumah saja. Ini semua terjadi karena adanya pandemi global Covid 19. Virus Corona jenis baru yang muncul di Wuhan pada akhir tahun 2019, telah menyebar di seluruh dunia dan memakan korban jiwa hingga ribuan orang. Dengan diterapkannya gerakan tinggal di rumah, social dan physical distancing, maka kegiatan-kegiatan yang melibatkan orang banyak tidak diadakan, dan diganti dengan tinggal di rumah. Situasi ini benar-benar mengubah pola hidup di banyak hal, dalam hal menjaga kesehatan dan kebersihan, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah dari rumah. Adanya pembatasan sosial ini dimaksudkan untuk mencegah penyebaran yang lebih luas adanya pandemi Covid 19 ini.

Demikian juga yang terjadi di Paroki Medari, Sleman Yogyakarta. Semenjak muncul Surat Edaran dari Keuskupan tentang gerakan di rumah saja, sesuai dengan anjuran Pemerintah, kami meniadakan semua kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan banyak orang. Begitu pula dengan perayaan Pekan Suci bersama. Perayaan Pekan Suci dilaksanakan oleh masing-masing romo di pastoran masing-masing, dan umat diajak merayakannya di rumah dengan bantuan tayangan misa online oleh keuskupan maupun paroki-paroki yang mengadakannya. Di Paroki Medari, Perayaan Pekan Suci dirayakan oleh romo-romo bersama dengan keluarga pastoran.

Di mulai dari perayaan Minggu Palma, kami merayakan secara sangat sederhana, di halaman belakang pastoran. Tidak ada perarakan dan berlangsung tanpa nyanyian. Pemberkatan daun palma pun dilaksanakan dengan sangat sederhana. Misa pun berlangsung dengan singkat, namun tidak mengurangi kekhusukan dan kecintaan kami kepada Yesus. Hal yang sama juga terjadi pada saat merayakan Kamis Putih, Jumat Agung, Vigili Paskah dan Hari Raya Paskah. Pada tahun ini, kami kedatangan tamu seorang romo Keuskupan Agung Semarang asli Seyegan yang baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai pastor misionaris domestik di Keuskupan Agung Medan, Rm. Sukawalyana. Perayaan berlangsung dengan sangat sederhana dan singkat. Sesuai dengan panduan yang telah dikeluarkan oleh Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang, kami merayakan Pekan Suci.

Meski perayaannya sangat sederhana dan singkat, namun justru begitu terasa istimewa karena berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ada perasaan sedih, sepi, namun juga penuh harapan. Dalam doa-doa kami, kami memohon agar wabah Covid 19 ini bisa segera diatasi dan tidak memakan korban lebih banyak lagi. Situasinya memang serba tidak pasti. Setiap hari kami harus tinggal di rumah, dengan kegiatan yang mungkin tidak akan pernah sama dengan sebelum-sebelumnya. Kegiatan pelayanan sakramen pun hanya terbatas sekali, dan kegiatan-kegiatan rapat juga dilaksanakan secara online. Meski begitu, kami umat paroki tetap mengadakan kegiatan untuk saling membantu dengan membuat Lumbung Santo Yusup, yang bertujuan untuk menyiapkan cadangan makanan bagi seluruh umat, terutama yang sangat membutuhkan bantuan karena dampak dari Covid 19 ini.

Mungkin situasi Pekan Suci tahun 2020 ini begitu menyesakkan kita semua karena begitu banyak umat tidak bisa menerima sakramen dan merayakan Perayaan Pekan Suci, namun kesediaan untuk mendengarkan dan melaksanakan imbauan baik dari Pemerintah maupun Keuskupan telah menjadi bagian dari ketaatan serta kerendahan hati berdasarkan iman. Memang tidak mudah untuk menjalaninya, namun hal itu tetap saja menyimpan cerita tentang bagaimana kami disadarkan untuk tetap peduli satu sama lain meski tidak berjumpa. Terkadang aku sendiri merasa sedemikian hampa untuk menjalani hari-hari yang sama, namun kesabaran dan kerendahan hati sungguh diperlukan dalam situasi seperti ini. Kesabaran untuk tidak mengikuti keinginan diri sendiri, serta kerendahan hati untuk peduli terhadap keperluan sesama yang perlu dibantu.

Ketika Paskah tiba, kita semua diingatkan bahwa manusia ini tergantung dari Sang Mahakuasa. Sebagai manusia biasa, kita tidak mungkin bisa selamat tanpa kasih Tuhan. Tanpa campur tanganNya, kita semua akan hilang tersesat dan tidak tentu arah. Paskah mengingatkan kita semua akan hal itu, di tengah situasi pandemi global Covid 19. Meski kita mengalami perubahan pola berjemaat dan pola beribadah, namun tidak mengurangi iman kita, dan justru memperkuat iman kita. Saat kita tidak bisa berkumpul bersama, kita diingatkan bahwa Paskah adalah Tuhan yang melawat, Tuhan yang menebus, dan kita tetap tinggal di rumah, menerima lawatan Tuhan itu. Di sini, keaktifan kita berwujud pada kesabaran, keterbukaan hati, kepedulian, dan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Paskah adalah ketika Tuhan mengulurkan tangan, dan kita menyambutNya, bukan sebaliknya. Selamat Paskah, Tuhan memberkati.

Share this Post