Catatan Harian Pastoran, Selasa, 24 Maret 2020
Pada hari Selasa, tanggal 24 Maret 2020 ini, adalah hari kelima semenjak Bapak Uskup menghimbau agar seluruh umat tetap di rumah. Semua kegiatan kegerejaan yang melibatkan orang banyak seperti misa harian, misa mingguan dan kegiatan-kegiatan di lingkungan untuk sementara ditiadakan. Kami menaati himbauan itu untuk turut bekerjasama dengan pemerintah dan keuskupan dalam rangka melawan penyebaran Covid 19. Sebenarnya hari Selasa, tanggal 24 Maret 2020 adalah giliran Paroki St. Yoseph Medari mengadakan penerimaan Sakramen Tobat untuk umat pada masa Prapaskah yang dilayani oleh para Romo Rayon Sleman. Tapi kegiatan itu akhirnya dibatalkan demi kebaikan seluruh umat.
Hari-hari yang kami lalui pun lebih banyak untuk tinggal di pastoran. Pada hari Senin, tgl 23 Maret 2020, kami mengawali hari dengan merayakan Ekaristi Harian pada pukul 07.30. Lalu setelah itu, aku sempat melayani penerimaan sakramen Tobat pada seorang umat yang datang hendak mengaku dosa. Setelahnya, kami mengisi aktivitas harian dengan tetap berjaga di pastoran. Aku mengisi hari itu untuk menulis sebuah tulisan yang sekiranya bisa dibaca untuk sekedar mengisi kegiatan bagi mereka yang tetap berada di rumah. Aku juga sempat membantu Bu Retno untuk memperbaiki laptopnya yang tidak bisa menangkap sinyal wifi. Meski akhirnya tidak berhasil, namun sudah cukup membuat waktu berlalu dengan cepat.
Pada sore hari, muncul Surat Edaran dari Bapak Uskup Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko tentang perpanjangan masa darurat Covid 19. Dengan adanya perpanjangan masa darurat, artinya Perayaan Pekan Suci tahun 2020 pun tidak akan dirayakan bersama dengan umat. Umat tetap dihimbau untuk berada di rumah, sementara para romo tetap akan merayakan Pekan Suci bagi umat. Sungguh suatu hal yang menyedihkan, dan sepanjang sejarah, baru kali ini Gereja tidak merayakan Pekan Suci bersama-sama dengan umat Allah. Tapi bagaimanapun juga, kita tetap harus taat demi kebaikan seluruh bangsa, keselamatan saudara-saudari kita agar terhindar dari virus Covid 19.
Segera setelah mendapatkan Surat Edaran dari Keuskupan, aku bersama dengan Romo Deny berusaha untuk merumuskan edaran itu supaya bisa dijalankan sesuai konteks Paroki St. Yoseph Medari. Aku menyusunnya hingga malam menjelang. Setelah dikira lengkap, aku mendiskusikannya dengan bapak ibu Dewan Harian Paroki agar bisa dilanjutkan kepada seluruh umat. Mungkin baru kali ini juga dalam sejarah, bahwa rapat Dewan Harian dilaksanakan melalui Grup Whatsaap. Tapi itu semua terjadi karena kita harus tetap memperhatikan anjuran dari yang berwenang demi keselamatan bersama. Segala antisipasi perlu dibuat untuk saling menjaga, saling memperhatikan, saling solider di dalam komunitas Gereja. Semoga situasi ini segera berlalu dan seluruh umat dilindungi.
Ketika malam tiba, aku tetap saja tinggal di pastoran. Tidak banyak yang aku kerjakan selain mencoba menulis renungan harian untuk doa bagi umat di rumah. Selain itu aku mencoba untuk aktif menulis lagi di Web Paroki. Setiap malam tiba, aku dengan Rm. Deny duduk ngobrol di ruang tamu setelah makan malam. Malam itu, aku kedatangan beberapa OMK yang datang menjenguk romonya. Lalu ada Yuan yang mengajak sharing pengalaman doa. Doa adalah soal relasi pribadi dengan Tuhan. Gereja dalam mengajak berdoa umatnya bukan untuk menciptakan aturan-aturan tetapi lebih sebagai penuntun agar relasi dengan Allah semakin mendalam dan otentik bagi setiap umat. Harapannya, situasi keprihatinan kita bersama karena wabah Covid 19 ini semakin memperdalam kualitas iman dan relasi umat dengan Tuhan. Sehingga kita bersama dapat melalui peristiwa ini dengan tetap setia kepada Tuhan.
Hari Selasa, tanggal 24 Maret 2020, ada dua orang umat yang meninggal. Aku dan Rm. Deny berbagi tugas untuk memberkati jenazah dan mendoakannya. Satu umat dari lingkungan Sleman Timur dan satu lagi dari Sleman Barat. Pemberkatan dilaksanakan pada pukul 11.00 dan pukul 12.00. Sebelum pemberkatan jenazah, aku mendapat peringatan dari Bapak Polisi, Bpk Sudaryono agar pemberkatan tidak terlalu lama. Sampai di rumah duka, aku menyaksikan umat yang berkumpul telah melaksanakan anjuran dari keuskupan untuk mengadakan “social distancing”. Sedih rasanya ketika memimpin pemberkatan tanpa misa, dan pemberkatan pun tanpa diiringi lagu. Pemberkatan berlangsung secara singkat dan pemakaman dilaksanakan sesegera mungkin setelah pemberkatan. Aku berpesan untuk tetap saling mendukung dan saling menguatkan, terlebih ketika dalam situasi yang memprihatinkan ini.
Setelah sampai kembali di pastoran, aku jatuh tertidur hingga lupa makan. Namun akhirnya aku bangun dan makan karena terasa lapar. Waktu berjalan begitu saja hingga akhirnya kami merayakan Ekaristi Harian pada pukul 17.30. Ekaristi Harian tanpa dihadiri oleh umat sungguh membuatku terharu. Aku mendoakan seluruh pejuang kemanusiaan dan juga para korban dari virus Covid 19 ini. Semoga situasi ini segera berlalu.
Setelah Ekaristi, kami makan bersama, lalu duduk di ruang TV, menyaksikan sinetron sambil tetap berkontak via WA dengan saudara, dengan sahabat, dengan bapak ibu Dewan, dan sebagainya. Mungkin situasi ini memang seperti mimpi buruk bagi kita semua, tapi mimpi buruk tidak akan berlangsung selamanya. Ada waktunya kita akan bangun dan dibebaskan dari situasi mimpi buruk ini. Tetaplah kita sabar, kita saling meneguhkan, saling membantu, sambil tetap percaya, Tuhan akan menolong kita keluar dari situasi ini.
“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir” (Pengkhotbah 3:11)